Kritik Esai Cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” Karya M. Shoim Anwar

Kritik Esai Cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” Karya M. Shoim Anwar

M. Shoim Anwar merupakan pengarang dari cerpen yang berjudul “Sulastri dan Empat Lelaki”. M. Shoim Anwar lahir di Desa Sambong Dukuh, Jombang, Jawa Timur. Setamat dari SPG di kota kelahirannya, dia melanjutkan pendidikan ke IKIP Surabaya Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, kemudian diteruskan ke Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya untuk S-2 dan S-3. Dia pernah mengajar di SD, SMP, SMA, dan Perguan Tinggi. M. Shoim Anwar sudah banyak mengarang sebuah puisi dan cerpen. Cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi berbahasa Indonesia, Inggris, dan Prancis, seperti Cerita Pendek dari Surabaya (editor Suripan Sadi Hutomo), Negeri Bayang-bayang (editor D. Zawawi Imron, dkk.), Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (editor Korrie Layun Rampan), Dari Fansuri ke Handayani (editor Taufiq Ismail, dkk.), Horison Sastra Indonesia (editor Taufiq Isamail, dkk), Black Forest (editor Budi Darma), New York After Midnight (editor Satyagraha Hoerip), Beyond the Horizon (editor David T. Hill), Le Vieux Ficus et Autres Nouvelles (editor Laura Lampach), dll.

Pada cerpen yang berjudul “Sulastri dan Empat Lelaki” menceritakan seorang perempuan bernama Ismi Sulastri berasal dari Indonesia yang berada di Arab Saudi untuk menjadi TKW ia memiliki kehidupan yang sulit, pada suatu hari di tepi Laut Merah ia berdiri di atas tanggul dan seorang polisi mencoba untuk mendatanginya tetapi Sulastri menjauh karena jika tertangkap polisi tersebut tidak akan mengirim Sulastri ke tempat kedutaan untuk mendeportasi melainkan ia mendapatkan imbalan, kemudian ia kembali beridiri di tanggul merenungkan kebiasaan suaminya yang mempercayai benda-benda pusaka tanpa memperhatikan ia dan anak-anaknya sehingga Sulastri kerap marah. Sulastri pun bertemu dengan Firaun yang menakutkan sehingga melarikan diri dan bertemu juga dengan Musa untuk meminta bantuan tetapi Musa kemudian menghilang dan Sulastri terus mencoba melarikan diri hingga adanya sebuah benda yang di genggamnya, seketika itu hal yang dirasakan Sulastri itu seperti hanya mimpi.

Dalam cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” menjelaskan Sulastri bertemu seorang laki-laki yang berbeda-beda, yang pertama suaminya yang hanya mencari benda pusaka tidak memperhatikan keluarganya, kedua seorang polisi yang berada di Arab, polisi tersebut mencoba mendekati Sulastri dengan mempunyai maksud untuk mendapat imbalan dan tidak berniat untuk mengantarkan Sulastri pada kedutaan. Ketiga, Firaun yang muncul dengan tiba-tiba di Laut Merah yang menganggap Sulastri sebagai budak dan mengejarnya. Keempat Musa yang berbadan besar, berjenggot dan memiliki wajah yang teduh tiba-tiba ada di depan Sulastri dan memberikan sebuah nasehat padanya.

Masalah dari segi ideologi pada cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” salah satu contonya adalah liberalisme, pada cerpen seorang Sulastri seharusnya juga mendapatkan kebebasan individu adanya hak individu yang harus dilindungi oleh negara untuk penduduknya agar terciptanya perlindungan serta keadilan untuk penduduknya sendiri. Walaupun Sulastri sebagai TKW tetapi ia harusnya tetap mendapatkan sebuah perlindungan dari negara yang ditempati maupun negaranya sendiri dan terhindar pada kekuasaan yang tidak adil seperti perilaku polisi tersebut.

Masalah dari segi sosial pada cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” dapat dijumpai dalam kehidupan bahwa seorang Sulastri yang sangat bingung dengan situasi yang dihadapinya, suaminya yang menyembah dengan patung-patung pusaka sedangkan Sulastri tidak bisa mengubah perilaku suaminya. Begitu juga dengan teman-teman senasibnya dan juga Sulastri yang tidak diantarkan pada kedutaan untuk dideportasi  akibatnya Sulastri pun menggelandang dan kesulitan. Kehidupannya yang dihadapi Sulastri sangat sulit tetapi Sulastri seharusnya juga bisa bertahan dan berupaya.

Masalah dari segi ekonomi pada cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” menggambarkan ekonomi pada keluarga Sulastri tidak berkecukupan, di hamparan laut ia merenungkan tentang suaminya yang hanya bertapa untuk mendapatkan benda-benda pusaka, hal tersebut sempat membuat Sulastri, seharusnya sebagai seorang suami bisa berusaha untuk menafkahi keluarganya, tidak menyembah berhala, serta tidak menelantarkan keluarganya.

Masalah dari segi politik pada cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” adalah ketika Sulastri bertemu dengan polisi yang mengejarnya jika sulastri tertangkap maka ia tidak akan dideportasi melainkan polisi itu mendapatkan imbalan, polisi yang bersikap tidak bertanggung jawab pada pekerjaannya dan memanfaatkan keadaan orang lain seperti pada Sulastri. Seharusnya menjadi seorang polisi dan bertemu dengan orang asing harus membantunya juga agar Sulastri dan keluarganya bisa hidup dengan perlindungan atau Sulastri diarahkan untuk kembali ke tanah air dengan selamat dan bisa mencari pekerjaan lain yang ada di atanah air. Selain itu, Seorang Musa yang mengatakan pada Sulastri yaitu “Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.” Menjelaskan bahwa Musa mengetahui adanya pemimpin yang berkuasa namun kurang memperhatian keadaan orang asing dan sering bersikap seenaknya sendiri, seharusnya sebagai orang asing dan menjadi TKW pun perlu dilindungi dari orang yang disekitarnya. Kemudian pada kalimat “Para pemimpin negerimu juga tak bisa menolong. Kau hanya dibutuhkan saat pemilu. Setelah itu kau dijadikan barang dagangan yang murah.” Menjelaskan bahwa pemimpin yang berada di tanah air tidak bisa membantu banyak seperti keadaan yang dialami Sulastri dan teman-teman senasibnya bahwa pemimpin lebih banyak membutuhkan pada saat acara pemilu. Sudah seharusnya saat ini memperhatikan warga seperti Sulastri yang bekerja menjadi seorang TKW untuk menjamin keamanannya saat berada di negeri orang.

Masalah dari segi religi pada cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki” terlihat Sulastri yang bertemu tiba-tiba dengan seorang Firaun yang menyebutkan dirinya bahwa Sulastri harus tunduk papadanya, Sulastri pun takut dan mulai berlari menjauh. Di  dalam islam terdapat seorang Raja Firaun yang memiliki sifat kejam dan suka memperbudak penduduknya hal tersebut sama seperti yang digambarkan dengan cerpen seorang Firaun yang tiba-tiba muncul dari lautan dan ingin mengancam dan mengejar Sulastri yang dia anggap sebagai budak.

Kemudian terlihat Sulastri bertemu dengan Musa dan memanggilnya dengan sebutan Ya Musa. Seseorang yang dipanggil Musa tersebut membawa sebuah tongkat dari kayu kering. Ciri-ciri yang diperlihatkan cerpen dengan seorang Musa yaitu “seorang lelaki setengah tua, rambut putih sebahu, tubuh  tinggi besar, berjenggot panjang. Lelaki itu mengenakan kain putih menutup perut hingga lutut. Ada selempang menyilang di bahu kanannya. Wajah tampak teduh.” Menjelaskan ciri-ciri seperti yang ada pada Nabi Musa bahwa memiliki sebuah tongkat yang dapat berubah sebagai mukhjizat.

Selain itu, Musa yang diceritakan dalam cerpen memiliki sifat yang bijak dengan berkata banyak hal pada Sulastri seperti bahwa Sulastri memasuki negeri yang ia tempati saat ini dengan cara tidak benar, suaminya pun juga berhala maka Sulastri pun juga harus bisa menentukan nasibnya tidak bergantung dengan perilaku suaminya yang tidak benar, dan juga Sulastri harus menyukai negerinya sendiri dibandingkan tinggal di negeri orang lain tetapi dengan banyak kesulitan yang terjadi dan tidak mendapatkan keadilan.

Cerpen yang diceritakan sangat menarik untuk dibaca, kata-katanya mudah untuk dipahami tetapi ada bagian yang membuat pembaca akan merasa ambigu dan mencari maksudnya seperti pada akhir cerita bahwa Sulastri ternyata hanya merasa seperti mimpi, kemudian pada cerpennya juga memperlihatkan bagaimana seseorang Firaun, dan Musa seperti yang ada pada nabi Musa yang memiliki tongkat yang dapat berubah dan Raja Firaun yang sangat kejam. Pada cerpen menghadirkan cerita yang bersifat adanya fantasi seperti Sulastri melihat siluet dan meraihnya kemudian Sulastri terbangun dan seperti hanya mimpi, cerita yang digambarkan seperti kenyataan namun pada akhir Sulastri merasakan seperti mimpi dan masih dengan tempat yang sama. Imajinasi yang dibuat oleh pengarang mampu membuat pembaca untuk tidak menemukan satu inti dari cerita tersebut tetapi dengan banyak makna lainnya yang terdapat pada cerpen tersebut.

Pesan yang dapat diambil dari cerpen berjudul “Sulastri dan Empat Lelaki” adalah bahwa seharusnya Sulastri menjadi seorang TKW harus tetap berusaha dengan baik, tidak menyerah, dan berusaha untuk mendapatkan perlindungan dan kesetaraan pada negeri tempat ia bekerja atau di tempat asalnya. Sulastri juga berhak mendapatkan hak perlindungan dari negara, dan sebagai polisi dalam cerpen tersebut pada saat ini sudah harus sebagai petugas yang bekerja dengan baik membantu pekerja dari negeri lain supaya mendapatkan keadilan dengan baik. Kemudian sebagai seorang laki-laki kepala rumah tangga seperti suami Sulastri sudah seharusnya bertanggung jawab terhadap keluarganya bukan melakukan hal seenaknya dan melakukan hal yang tidak baik atau melenceng dari agama. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik Esai Lima Cerpen Karya M. Shoim Anwar

Kritik dan Esai Cerpen "Setan Banteng" Karya Seno Gumira Ajidarma

Kritik dan Esai Cover Video Klip "Mama Papa Larang" Karya Judika